Cari Blog Ini

Minggu, 13 Maret 2011

Air Tuba dibalas dengan Air Susu

Jika kejahatan di balas kejahatan, maka itu adalah dendam. Jika kebaikan dibalas kebaikan itu adalah perkara biasa. Jika kebaikan dibalas kejahatan, itu adalah zalim. Tapi jika kejahatan dibalas kebaikan, itu adalah mulia dan terpuji.
Kita mungkin biasa mendengar ungkapan “air susu dibalas dengan air tuba”, artinya kebaikan dibalas dengan kejahatan, itu biasa kita lihat sehari-hari, karena banyak orang didunia ini yang telah menjadi zalim. Tapi jika kebalikannya, “ air tuba dibalas dengan air susu “, artinya kejahatan dibalas kebaikan. Itu adalah sesuatu yang mulia dan sangat susah untuk dilakukan. Maka terpujilah orang yang bisa melakukannya dalam kehidupan sehari-hari.
Ada dua kisah dibawah ini yang akan saya jadikan sebagai pembuka untuk membahas ungkapan ini.
1. Kisah Nabi Muhammad SAW dan seorang Yahudi Buta
Di sudut pasar Madinah al-Munawarah, ada seorang pengemis Yahudi buta yang mangkal. Hari demi hari, apabila ada orang yang mendekatinya, ia selalu berkata, "Wahai saudaraku, jangan dekati Muhammad, dia itu orang gila, dia itu pembohong, dia itu tukang sihir, apabila kalian mendekatinya kalian akan dipengaruhinya."
Sementara itu, tanpa disadarinya, setiap pagi Nabi Muhammad saw. mendatanginya dengan membawa makanan, lalu tanpa berkata sepatah kata, Beliau menyuapkan makanan yang dibawanya kepada pengemis itu, walaupun pengemis itu selalu berpesan agar tidak mendekati orang yang bernama Muhammad.
Nabi Muhammad melakukan hal itu hingga menjelang Beliau wafat. Setelah Beliau wafat, tidak ada lagi orang yang membawakan makanan setiap pagi kepada pengemis Yahudi buta itu.
Suatu hari sahabat Abu Bakar ra. berkunjung kerumah istrinya Rasulullah, Aisyah ra. Beliau bertanya kepada istrinya Rasulullah,
Abu Bakar ra : Wahai Aisyah, adakah sunnah Rasulullah yang belum aku kerjakan?
Aisyah ra : Wahai Abu Bakar, engkau adalah seorang ahli sunnah. Hampir tidak ada satu sunnah pun yang belum engkau lakukan kecuali satu sunnah saja.
Abu Bakar ra : Apakah itu?
Aisyah ra :Setiap pagi Rasulullah saw. selalu pergi ke ujung pasar dengan membawakan makanan untuk seorang pengemis Yahudi buta yang berada di sana.
Keesokan harinya Abu Bakar pergi ke pasar untuk memberi makan seorang Yahudi buta yang sering diberi makan oleh Rasulullah saw. Ketika Abu Bakar menyuapkan makanan kepada seorang pengemis Yahudi buta itu, pengemis itu marah sambil berteriak,
Pengemis Yahudi Buta : Siapakah engkau?
Abu Bakar ra : Aku orang yang biasa datang memberimu makan.
Pengemis Yahudi Buta : Bukan! Engkau bukan orang yang biasa mendatangiku. Apabila ia datang kepadaku, tidak perlu tangan ini memegang dan tidak perlu mulut ini mengunyah. Orang yang biasa mendatangiku itu selalu menyuapiku, tapi terlebih dahulu dihaluskannya makanan tersebut, setelah itu baru ia suapkan padaku.

Abu Bakar tidak dapat menahan air matanya. Ia menangis sambil berkata kepada pengemis itu,
Abu Bakar ra : Aku memang bukan orang yang biasa datang kepadamu. Aku adalah salah seorang dari sahabatnya. Orang yang mulia telah tiada. Ia adalah Muhammad Rasulullah saw.
Setelah pengemis itu mendengar cerita Abu Bakar, ia pun menangis sambil berkata,
Pengemis Yahudi Buta : Benarkah demikian? (kata pengemis tua itu terkejut). Selama ini aku selalu menghinanya, memfitnahnya, namun ia tidak pernah memarahiku sedikit pun. Ia mendatangiku dengan membawa makanan setiap pagi. Sungguh, ia begitu mulia....(kata pengemis Yahudi buta itu sambil menangis tersedu-sedu).
Akhirnya, pengemis Yahudi itu bersyahadat di hadapan Abu Bakar. Ya, pengemis buta itu masuk Islam berkat kemuliaan ahlak Nabi Muhammad saw. yang luar biasa dan berkat kekuasaan Allah SWT.
2. Kisah Nabi Muhammad SAW, Abu Bakar Ash-Shiddiq dan Seorang Arab Badui
Pada suatu hari Rasulullah saw bertamu ke rumah Abu Bakar Ash-Shidiq. Ketika sedang ngobrol dan temu kangen dengan Rasulullah, tiba-tiba datang seorang Arab Badui bergaya preman dan langsung mencela Abu Bakar. Makian kotor serta umpatan-umpatan kasar keluar dari mulut orang itu. Namun, Abu Bakar tdk menghiraukannya. Ia melanjutkan perbincangan dengan Rasulullah. Melihat hal ini, Rasulullah memberikan senyum terindahnya kepada Abu Bakar.
Merasa tidak berhasil dan dicuekin, orang Arab Badui itu kembali memaki Abu Bakar. Kali ini, makian dan hinaannya lebih kasar. Namun, dengan keimanan yang kokoh serta kesabarannya, kembali Abu Bakar tidak menghiraukannya dan tetap membiarkan orang tersebut memaki. Rasulullah kembali memberikan senyum terindahnya.‎ Merasa makin dikacangin, maka semakin menjadi-jadi lah kemarahan orang Arab Badui ini.
Untuk ketiga kalinya, ia mencerca Abu Bakar dengan makian yang lebih menyakitkan. Kali ini, selaku manusia biasa yg memiliki hawa nafsu, Abu Bakar tidak dapat menahan amarahnya. Dibalasnya makian orang Arab Badui itu dengan makian pula. Terjadilah perang mulut, seketika juga nama-nama satu isi kebun binatang keluar semua, dari mulai kucing, kelinci sampai onta. Seketika itu juga, Rasulullah beranjak dari tempat duduknya dan langsung meninggalkan Abu Bakar tanpa mengucapkan salam. ‎
Melihat hal ini, selaku tuan rumah, Abu Bakar sadar dengan kesalahannya dan langsung berlari mengejar Rasulullah yg sudah sampai halaman rumah. Kemudian, Abu Bakar berkata, “Wahai Rasulullah, jika aku berbuat kesalahan, mohon jelaskan dan maafkan kesalahanku. Jangan biarkan aku dalam kebingungan.” Rasulullah lalu menjawab, “Sewaktu org Arab Badui itu datang lalu mencelamu dan kamu tidak mnanggapinya, aku tersenyum karena banyak malaikat di sekelilingmu yang akan membelamu di hadapan Allah.”
Beliau melanjutkan, “Begitu pun yang kedua kali ketika ia terus menghinamu dan kamu tetap membiarkannya, maka para malaikat semakin bertambah banyak jumlahnya di sisimu. Oleh sebab itu, aku semakin tersenyum. Namun, ketika yang ke-tiga kali ia menghinamu dan kamu menanggapinya serta kamu membalas makiannya, maka seluruh malaikat pergi meninggalkanmu. dan hadirlah iblis di sisimu untuk semakin memanasimu. Oleh karena itu, aku tidak ingin berdekatan dengannya, dan aku tidak memberikan salam kepada kamu.”

Dua kisah diatas adalah sebagian kecil dari sikap Rasulullah yang mulia dan terpuji. Mulia dan terpuji karena beliau adalah manusia yang dengan sabar membalas semua kejahatan yang datang padanya dengan kebaikan. Islam adalah agama yang damai dan penuh keindahan. Islam mengajarkan umatnya agar terus menerus berbuat kebaikan kepada sesama manusia tanpa mempedulikan asal usul, status sosial, agama, jenis kelamin, dsb. Dalam salah satu ayat Al-Qur’an,“Dan berbuat baiklah kepada ibu-bapak, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil (orang yang bepergian) dan hamba sahayamu (pembantu).” (QS. An-Nisa [4]: 36).
Hal yang lumrah ada kalanya dalam hidup ini kita menemui tantangan luar biasa yang tak diinginkan, seperti dibenci banyak orang atas niat tulus dan perbuatan baik yang kita lakukan atau mungkin “ditusuk” dari belakang oleh teman-teman maupun keluarga dekat kita sendiri. Ironis bukan? Bagi seorang pelajar atau mahasiswa, mungkin saja ada teman sekelas yang tidak suka dan berusaha menjatuhkan kita dengan berbagai cara, termasuk mungkin memfitnah atau menyebar isu yang tidak benar. Bagi seorang karyawan, mungkin saja sesama teman di kantor saling berusaha menjatuhkan dan dibuat agar nama kita jelek di depan bos dan tidak jadi dipromosikan. Bagi seorang pebisnis, mungkin saja pesaing kita melakukan cara-cara yang kotor dan bisnis yang tidak beretika. Setiap orang, tidak peduli apa profesi dan pekerjaannya, pasti akan menemu hal-hal seperti itu.
Apa yang harus kita lakukan? Tentu saja mencontoh suri teladan kita, Nabi Muhammad SAW, yang tetap sabar dan terus melakukan kebaikan, walaupun makian, hinaan beliau terima. Allah Swt telah mengajarkan di dalam Al-Qur’an, “Balaslah perbuatan buruk mereka dengan yg lebih baik. Kami lebih mengetahui apa yang mereka sifatkan.” (Q.S. Al-Mu’minun [23]: 96). Hadapi saja semua tantangan dan masalah yang kita hadapi dalam hidup ini dengan penuh syukur. Karena memang begitulah kehidupan berjalan. Terkadang berada di atas dan di lain waktu berada di bawah. Terkadang, perbuatan baik yang kita lakukan malah dibalas dengan kejahatan oleh orang lain. Oleh karenanya, manakala kita melakukan sesuatu, jangan pernah berharap bahwa kita akan memperoleh sambutan hangat atau balasan yang serupa dari orang yang bersangkutan. Karena jika itu yg terjadi, bersiap-siaplah kita merasakan kekecewaan yang dalam.
Islam adalah agama yang sangat menjunjung tinggi keadilan. Allah SWT juga memiliki nama lain yang berhubungan dengan keadilan seperti Al-‘Adl (Yang Maha Adil) atau Al-Hakim (Yang Maha Menghakimi). Di dalam Al-Qur’an sendiri juga dijelaskan bahwa segala perbuatan, baik ataupun buruk, sekecil apapun, pasti akan mendapat ganjaran dari Sang Maha Kuasa. “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah (biji atom), niscaya dia akan menerima (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrah (biji atom) pun, niscaya dia akan menerima (balasan)nya.” (QS. Al-Zalzalah [99]:7-8)
Jadi, teman-teman sekalian, jangan khawatir untuk selalu berbuat baik. Kita harus meyakini bahwa Allah Maha Adil dan segala perbuatan kita pasti akan ada balasannya, baik di dunia ataupun di akhirat nanti. Jika kita berbuat baik, tentunya kebaikan pula balasan yang akan diberikan oleh Allah Swt. “Tidak ada balasan untuk kebaikan selain kebaikan pula.” (QS. Ar-Rahman [55]: 60).
Maka dari itu berbuat baiklah kepada siapapun, bahkan kepada orang yang telah berbuat jahat kepada kita. Mengapa? Karena kebaikan tersebut dilipatgandakan di sisi-Nya. Hal ini dijelaskan di dalam Al-Qur’an, “Mereka itu diberi pahala dua kali lipat disebabkan kesabaran mereka dan mereka menolak kejahatan dengan kebaikan dan sebagian dari apa yang telah Kami rezekikan kepada mereka, mereka nafkahkan.”(QS. Al-Qashash [28]:54)
Coba perhatikan juga ayat ini, “Siapa yang datang membawa kebaikan, baginya pahala yang lebih baik daripada kebaikannya itu; dan siapa yang datang membawa kejahatan, tidaklah diberi balasan kepada orang-orang yang telah mengerjakan kejahatan itu, melainkan seimbang dengan apa yang dahulu mereka kerjakan.” (SQ. Al-Qashash [28]:84)
Melihat janji-janji Allah SWT dalam kitabNya, maka kita tidak boleh ragu akan kebaikan yang kita lakukan kepada orang lain. Terserah orang lain akan membalasnya dengan baik atau jahat. Karena yang kita harapkan hanyalah ridho Allah SWT, habluminannas adalah salah satu cara menuju keridhaanNya, balasan di Hari Akhir kelak yang abadi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar