Cari Blog Ini

Selasa, 30 November 2010

MENGENAL BAHAN PENGAWET MAKANAN oleh Bpk Ir.Bambang Sukmadji

Memang telah menjadi kontroversi kita bersama sebagai masyarakat modern, bahwa makna hidup sehat yang kita dambakan justru semakin pelik diwujudkan, di satu sisi kita semakin mudah untuk mendapatkan kepuasan hidup, namun disisi lain semakin sulit untuk mendapatkan arti hidup sehat. Rupanya teknologi yang dicapai oleh masyarakat dunia belum mampu menjamin peningkatan kesehatan, justru malah semakin menambah ketergantungan manusia terhadap bahan kimiawi.

Betapa tidak, karena hanya semata-mata mendambakan menu makanan yang berimbang dan hygeinis, masyarakat kita harus merelakan mengkonsumi zat kimia berupa Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang dikandung makanan dalam kemasan, tanpa memperhatikan dampak terhadap tubuh kita. Fakta tersebut dewasa ini telah akrab di tengah masyarakat kita. Oleh karena itu sangatlah bijaksana bila masyarakat perlu mendapatkan informasi tentang BTP tersebut.

Yang dimaksud Bahan Pengawet adalah bahan tambahan pangan yang dapat mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman atau penguraian dan perusakan lainnya terhadap pangan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Kerusakan tersebut dapat disebabkan oleh fungi, bakteria dan mikroba lainnya (Pustekom, 2006).

Dengan penambahan zat tersebut ke dalam makanan kemasan, maka secara komersil membawa berbagai keuntungan tersendiri, yaitu tahan lama, tampak segar, praktis, siap dikonsumsi, “flavaourable” dan menyimpan nilai estitika lainnya. Sehingga dengan kelebihan cita rasa tersebut menjadikan manusia modern lebih menyukai makanan kemasan ketimbang makanan alami..

Beberapa jenis BTP Pengawet yang dijinkan oleh pemerintah menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor. 1168/MENKES/PER/X/1999 yang merupakan Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan No. 722/MENKES/PER/IX/1988 tentang Bahan Tambahan Makanan yang diperbolehkan., adalah ”Asam Benzoat, Asam Propionat. Asam Sorbat, Belerang Dioksida, Etil p-Hidroksi, Benzoat, Kalium Benzoat, Kalium Bisulfit, Kalium Meta Bisulfit, Kalkum Nitrat, Kalium Nitril, Kalium Propionat, Kalium Sorbat, Kalium Sulfit, Kalsium Benzoit, Kalsium Propionat, Kalsium Sorbat, Natrium Benzoat, Metil-p-hidroksi Benzoit, Natrium Bisulfit, Natrium Metabisulfit, Natrium Nitrat, Natrium Nitrit, Natrium ppropionat, Natrium Sulfit, Nisin dan Propil-p-hidroksi-benzoit ”.

Adapun bahan tambahan makanan yang dilarang dalam penggunaannya karena dapat membahayakan kesehatan, adalah: ”Asam Borat dan senyawanya, Asam Salisilat dan garamnya Dietilpirokarbonat, Dulsin, Kalium Klorat, Kloramfenikol, Minyak Nabati yang dibrominasi, Formalin (Formaldehyde) dan Kalium Bromat ( Sumber : Pustekom 2006 ).

Formalin dan Boraks
Namun demikian adanya ulah pihak pihak yang tidak bertanggung jawab dan hanya mengedepankan keuntungan komersial belaka, memaksa mereka untuk menggunakan bahan pengawet yang yang umum terjadi dipasar bebeas meski tidak dijinkan oleh pemerintah, yaitu penggunaan formalin (bahan pengawet mayat) dan Boraks.

Formalin dihasilkan dari proses pengenceran Formaldehid ( 40 % ). Senyawa ini memiliki fungsi yang luas, diantaranya yaitu pada industri resin ( bahan dasar fiber), tekstil dan lain sebagainya; Khusus penggunaan di laboratorium, formalin berguna sebagai bahan pengawet, karena mampu membunuh semua jenis mikroorganisme pembusuk bahan. Selain itu Formalin memiliki bau yang keras dan menyengat.(Sumber: Reynolds, Martindale The Extra Pharmacopoeia, 30th ed, p717. NCBI).

Sudah barang tentu penggunaan formalin sebagai bahan pengawet pada makanan kemasan ataupun bahan makanan di pasar bebas (bakso, tempe, tahu, daging, ikan dan lain sebagainya) akan membahayakan kesehtan masyarakat. Apalagi dengan kadar di luar takaran dan sulit untuk dipantaiu oleh institusi terkait.

Pengaruh yang membahayakan tersebut, adalah : iritasi, alergi, kemerahan, mata berair, mual, muntah, rasa terbakar, sakit perut dan pusing. Efek pada kesehatan manusia terlihat setelah terkena dalam jangka waktu yang lama dan berulang: iritasi kemungkin parah, mata berair, gangguan pada pencernaan, hati, ginjal, pankreas, system saraf pusat, gangguan menstruasi dan karsinogen (menyebabkan kanker). Mengkonsumsi bahan makanan yang mengandung formalin, efek sampingnya terlihat setelah jangka panjang ,karena terjadi akumulasi formalin dalam tubuh.

Boraks merupakan senyawa kimia dengan nama natrium tetraborat, berbentuk krista llunak. Jika dilarutkan dalam air akan menjadi natrium hidroksida serta asam borat. Baik boraks maupun asam borat memiliki sifat antiseptik, dan biasa digunakan oleh industri farmasi sebagai ramuan obat misalnya dalam salep, bedak, larutan kompres, obat oles mulut, dan obat pencuci mata..

Efek negatif Boraks pada kesehatan manusia adalah terjadinya akumulasi (penumpukan) pada otak, hati, lemak dan ginjal. Pemakaian dalam jumlah banyak dapat menyebabkan demam, depresi, kerusakan ginjal, nafsu makan berkurang, gangguan pencernaan, kebodohan, kebingungan, radang kulit, anemia, kejang, pingsan, koma bahkan kematian.

Boraks juga dapat menimbulkan efek racun pada manusia, tetapi mekanisme toksisitasnya berbeda dengan formalin. Toksisitas boraks yang terkandung di dalam makanan tidak langsung dirasakan oleh konsumen. Boraks yang terdapat dalam makanan akan diserap oleh tubuh dan disimpan secara kumulatif dalam hati, otak, atau testis (buah zakar), sehingga dosis boraks dalam tubuh menjadi tinggi. Pada dosis cukup tinggi, boraks dalam tubuh akan menyebabkan timbulnya gejala pusing-pusing, muntah, mencret, dan kram perut. Bagi anak kecil dan bayi, bila dosis dalam tubuhnya mencapai 5 gram atau lebih, akan menyebabkan kematian. Pada orang dewasa, kematian akan terjadi jika dosisnya telah mencapai 10 – 20 g atau lebih.

Kekhawairan masyarakat terhadap bahaya bahan-bahan pengawet tersebut memang patut dicermati, lantaran penggunaan bahan tersebut menjadi tak terkontrol dipasar bebas. Melalui Warta Konsumen (1991), Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) melaporkan, sekitar 86,49 persen sampel mi basah yang diambil di Yogyakarta, Semarang, dan Surabaya mengandung asam borat (boraks). Lalu 76,9 persen mi basah mengandung boraks dan formalin secara bersama-sama. YLKI juga melaporkan adanya boraks pada berbagai jajanan di Jakarta Selatan.

Meski survey tersebut dilakukan pada tahun 1991, namun karena tindakan BPOM yang tidak terpadu dan sistimatis dalam sidak perihal boraks dan formalin. Maka angka tersebutpun tidak akan berbeda jauh dengan kondisi tahun 2010.

Sebagian besar jenis bahan pengawet yang digunakan di masyarakat kuliner dunia, adalah bahan kimiawi yang digunakan untuk menghambat proses pembusukan, karena kemampuan bahan tersebut dalam membunuh pertumbuhan pathogen atau untuk menghentikan reaksi oksidasi bahan makanan.

Bahan Pengawet Makanan Lainnya
Beberapa bahan pengawet yang layak digunakan masyarakat dunia adalah sodium benzoat dan asam benzoic ; calcium, sodium propionat, asam propionik ; calcium, potassium, sodium sorbate, sorbic acid; sodium dan potassium sulfite.

Bahan pengawet yang akhir- akhir ini sering dan banyak digunakan adalah calcium, sodium ascorbate, and ascorbic acid (vitamin C); butylated hydroxyanisole (BHA) dan butylated hydroxytoluene (BHT); lecithin; sodium, potassium sulfite dan sulfur dioxide.

Jenis bahan pengawet (additif) yang berperan dalam menghambat reaksi oksidasi bahan makanan dikenal dengan istilah sequestrants. Sequestrants tersusun dari bagan ions logam, seperti Cu, Fe dan Ni. Ion ion tersebut bila dipindah dari permukaan bahan makanan akan mengakibatkan reaksi kimia oksidasi menjadi terhambat. Sehingga kebusukan makanan mampu diminimalkan. Beberapa contoh sequestrants tersebut, adalah asam ethylenediamine-tetraacetik (EDTA), asam sitrit, sorbitol, dan asam tartaric.

sumber: http://lkpk.org/2010/11/23/mengenal-bahan-pengawet-makanan/

1 komentar: